MENJADI LEBIH KREATIF
MELATIH KEMAMPUAN BERPIKIR DIVERGEN
Kelebihan manusia
dibanding dengan mahluk ciptaan Tuhan lainnya terletak pada kemampuan otaknya
untuk berpikir. Otak diyakini sebagai alat bagi manusia untuk menjalani
kehidupan lebih baik.
A. BERPIKIR
Berpikir menurut Morgan, King dan Robinson :
“Thinking is defined as mental or cognitive, rearrangement,
or manipulation, or information from the environment and symbolsstored in
long term memory” “Thinking is also
described as a process which mediates between stimuli and responses”
Berpikir adalah memanipulasi
data, fakta dan informasi untuk membuat keputusan berperilaku. Jangkauan
pikiran dimulai dari lamunan biasa, selanjutnya pemecahan masalah yang kreatif.
Aktivitas mental dalam perasaan dan pemahaman bergantung pada peransangan dari
luar dalam proses yang disebut sensasi dan atensi. Proses mental yang lebih
tinggi yang disebut berpikir terjadi di dalam otak. Mengingat kembali
mengundang pengalaman terdahulu ke alam pikiran dan mulai membentuk rantai
asosiasi. Rantai asosiasi tidak merujuk pada apa yang secara nyata kita lihat
tetapi sebagai khayalan-khayalan mental.
Fungsi mental pemahaman,
ingatan dan berpikir saling teradin dan berhubungan karena manusia memahami,
mengingat dan berpikir dalam waktu yang bersamaan. Makin banyak informasi,
data, fakta disampaikan sebagai pesan oleh sel-sel saraf, merangsang banyak sel
otak pada banyak bagian bekerja sehingga dihasilkan pemikiran yang kompleks
tentang sesuatu hal.
B. TINGKAT BERPIKIR KREATIF
Terdapat tiga tingkat
berpikir kreatif. Semiawan (1990) mengemukakan tiga tingkat kreativitas yang
masing-masing tingkat mempunyai ciri kognitif dan afektif. Tingkatan kreatif
meliputi:
1.
Tingkat I: Fungsi Divergen
Tingkat ini merupakan awal
proses kreatif. Anak yang melakukan latihan pada tingkat ini akan mengembangkan
kemampuan divergen, yaitu keterbukaan terhadap berbagai kemungkinan. Secara
kognitif anak mengembangkan fungsi-fungsi divergen meliputi perkembangan dari
kelancaran (fluency), kelenturan (flexibility), keaslian (originality),
dan keterincian (elaboration) dalam berpikir.
Sternberg & Lubart (1991)
menunjukkan bahwa pengukuran
kemampuan siswa dengan tes standar (pencil and paper tes) hanya dapat
mengungkap kemampuan siswa menghasilkan satu jawaban yang benar, namun gagal
dalam mengukur kreativitas dan berpikir divergen. Berpikir divergen merupakan
kemampuan untuk mengkosntruksi atau menghasilkan berbagai respon yang mungkin,
ide-ide, opsi-opsi atau alternatif alternatif untuk suatu permasalahan
(Isaksen, Dorval, & Treffinger, 1994). Karakteristik berpikir divergen
ditunjukkan oleh:
o adanya proses interpretasi dan evaluasi terhadap
ide-ide.
o proses motivasi
untk memikirkan bebagai kemungkinan ide yang masuk akal
o
pencarian
tehadap kemungkinan-kemungkinan yang tak biasanya (non rutin) dalam
mengkonstruksi ide-ide.
Berpikir
divergen adalah sebuah pendekatan untuk situasi atau konsep yang berfokus pada
eksplorasi karena banyak aspek konsep mungkin. Dimulai dengan satu ide, pemikir
divergen memungkinkan pikirannya mengembara ke arah yang berbeda, mengumpulkan
pengalaman banyak dan ide-ide yang berhubungan dengan konsep. Berpikir divergen
dapat digunakan sebagai metode kreatif curah pendapat dalam berbagai macam
pengaturan, mulai dari departemen penelitian dan pengembangan sebuah perusahaan
besar suatu untuk kelas.
Selanjutnya Semiawan
menjelaskan, bahwa tingkat pertama yang disebut tingkat kreatif meliputi
kesediaan untuk menjawab, keterbukaan terhadap pengalaman, kesediaan menerima
kesamaran atau kedwiartian (ambiguity), kepekaan terhadap masalah dan
tantangan, rasa ingin tahu, keberanian mengambil risiko, kesadaran, dan
kepercayaan kepada diri sendiri. Tingkat ini merupakan landasan atau dasar di
mana belajar kreatif berkembang. Dengan demikian, tahap ini mencakup sejumlah
metode dan teknik yang dapat dipandang sebagai dasar dari belajar kreatif.
Pengawas dapat mendorong
diri sendiri dan orang lain untuk terbuka terhadap hal-hal baru, mengembangkan
kepekaan terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi orang lain dalam sitasi
yang dihadapi karena latar belakang dirinya, serta keberanian untuk menanggung
resiko kemungkinan apa yang dikerjakan salah atau gagal. Menanamkan pikiran
pada diri sendiri maupun orang lain bahwa kesuksesan adalah kemauan untuk
bangkit dari kegagalan. Kesuksesan adalah 9 kali gagal dengan 10 kali bangkit .
2.
Tingkat II: Proses pemikiran dan perasaan yang majemuk
Pada tingkat ini terjadi
peningkatan kemampuan kreatif serta ciri afektif dan kognitif anak lebih
diperluas dan diterapkan. Segi pengenalan dari tingkat II ini meliputi
penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian (evaluasi). Di samping itu,
termasuk juga transformasi dari beraneka produk dan isi, keterampilan metodologis
atau penelitian, dan pemikiran yang melibatkan analogi dan kiasan (metaphor).
Segi afektif pada tingkat
ini mencakup keterbukaan terhadap perasaan-perasaan dan konflik yang majemuk,
mengarahkan perhatian kepada masalah, penggunaan khayalan dan tamsil, meditasi
dan kesantaian (relaxation), serta pengembangan "keselamatan"
psikologis dalam berkreasi atau mencipta. Terdapat penekanan yang nyata pada
pengembangan kesadaran yang meningkat, keterbukaan fungsi-fungsi pra-sadar, dan
kesempatan-kesempatan untuk pertumbuhan pribadi.
Pengawas mendorong diri
dan tenaga pendidik dan kependidikan untuk menjadi individu yang siap menerima
kritik sebagai bagian dari pandangan yang berbada atau pandangan dari sudut
pandang lain terhadap suatu objek atau permasalahan yang dihadapi. Pada suatu
kritik selalu terdapat dimensi yang luput dari perhatian awal. Kritik yang
disertai kondisi emosional sekalipun mengandung unsur yang tidak menjadi
perhatian penggagas ide karena kekurang pekaan terhadap permasalahan yang
mungkin dihadapi oleh orang lain terhadap suatu keadaan.
3.
Tingkat III: Keterlibatan dalam tantangan-tantangan yang nyata
Proses kreatif pada
tingkat pertama dan kedua merupakan dasar bagi keterlibatan afektif dan kreatif
terhadap permasalahan dan tantangan yang nyata. Anak mengalami keterlibatan
dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mandiri dan yang diarahkannya
sendiri. Siswa belajar kreatif mengarah pada identifikasi tantangan-tantangan
atau masalah-masalah yang berarti, pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan masalah-masalah itu, dan pengelolaan sumber-sumber yang mengarah pada
perkembangan hasil atau produk (Semiawan, 1990).
Pada tingkat III mencakup
internalisasi nilai-nilai dan sistem nilai (Kratwohl dkk., 1964), keterikatan
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang produktif, dan upaya untuk mencari
pengungkapan (aktualisasi) diri dalam hidup (Maslow, 1968).
Pengawas mendorong diri
dan pendidik di lingkungan binaan untuk mengajukan berbagai pertanyaan yang
berkenaan dengan objek yang mungkin secara nyata dan mungkin dalam imajinasi
dan menjadikan pertayaan-pertanyaan tersebut sebagai stimulasi tantangan untuk menyelesaikan
permasalahan. Memikirkan berbagai sumber daya dalam diri dan lingkungan yang
dapat dimanfaatkan atau terkait dengan permasalahan sehingga berkontribusi
menghasilkan solusi yang efektif. Jangan pernah takut untuk mencoba hal baru,
berpikir positif apa manfaat atau keuntungan yang dapat diperoleh, lakukan
dengan senang sebagai pengalaman pembelajaran maka kita menemukan dunia yang
terbuka lebar dengan berbagai kemungkinan.
C. LANGKAH-LANGKAH BERPIKIR
KREATIF
Langkah-langkah berpikir
kreatif dapat diidentifikasi dalam lima langkah yaitu : mempergunakan bahasa mental otak, meningkatkan
daya ingat, menguasai teknik mengingat, membuat peta pikiran serta memahami
karakteristik kuadran berpikir dan mempergunakan untuk menyelesaikan masalah
1.
Mempergunakan Bahasa Mental Otak
Berpikir kreatif dimulai
dengan mempergunakan bahasa mental otak yaitu verbal, matematik, visual dan
berpikir sensory.
ü Bahasa verbal adalah
membayangkan skenario suatu peristiwa atau merunut hal yang terjadi dalam suatu
peristiwa atau kejadian. Misalnya anak kesiangan dan takut untuk masuk kelas,
bayangkan hal yang mungkin menyebabkan anak kesiangan, kecemasan yang ada pada
pikiran anak, dan reaksi guru dan teman-teman pada saat anak mengetuk pintu.
ü Bahasa matematika adalah
perkiraan yang berhubungan dengan ukuran, antara lain : besaran, jumlah, bobot,
isi, waktu, dan jarak. Contoh : kelas ukuran 8 x 9 m dapat terisi dengan berapa
bangku dan kursi agar tetap ada jarak antar bangku sehingga mampu menampung
berapa jumlah siswa agar dapat belajar dengan nyaman.
ü Bahasa Visual adalah
menampilkan beragam informasi dalam satu bagan atau gambar. Contoh foto
kegiatan sekolah memberikan informasi kondisi sekolah berhubungan dengan tata
letak, bentuk bangunan, keterkaitan dengan lingkungan, dan aktivitas yang
terjadi di sekolah.
ü Berpikir sensory adalah
memberikan perhatian terhadap berbagai hal yang menstimulasi alat indra.
Tingkat perhatian menghasilkan informasi, data dan fakta yang akan di
manipulasi oleh otak sebagai proses berpikir. Contoh jika melewati wc sekolah
tercium bau tidak nyaman coba recek kondisi bak air dan air di wc tersebut.
Jika bak air kecil dan air tidak mengalir pada waktu keran di buka artinya
bukan hanya siswa yang mungkin tidak tahu aturan kebersihan tapi sarana yang
ada tidak mendukung.
Penggunaan bahasa mental
lebih dari satu menstimulasi kapasitas otak untuk memanipulasi berbagai
informasi, data dan fakta lama yang tersimpan dalam memori maupun informasi,
data dan fakta baru yang dihasilkan dari proses atensi dan sensasi. Pesan yang
diterima otak menjadi lengkap dan komprehensif sehingga kemungkinan alternatif
solusi menjadi lebih banyak dan lebih mendasar. Paling tidak minimal ada 4
kemungkinan berdasarkan analisa bahasa mental yang digunakan, ada 16 kemungkinan
yang realistik dan secara optimal ada 256 kemungkinan yang dapat dipilih untuk
diseleksi dan dianalisa ketepatan penggunaan berdasarkan kebutuhan yang
ditetapkan oleh individu.
Pada saat dihadapkan pada
suatu persoalan seorang pengawas paling tidak harus mencari tahu dan
mempertimbangkan urutan peristiwa dan hubungan antar peristiwa. Melengkapi
informasi dengan data-data baik secara kuantitas dan kualitas. Memberikan
perhatian terhadap berbagai hal yang secara nyata terjadi. Akhirnya semua
informasi yang diterima diformulasikan/ ditampilkan dalam suatu peta masalah
atau pikiran sehingga nampak jelas koneksitas, kebutuhan dan kemungkinan
solusi.
2.
Meningkatkan ingatan (daya ingat/ memori)
Langkah kedua berpikir
kreatif adalah meningkatkan ingatan dengan cara:
·
mempraktikkan, mempraktikkan apa yang dipelajari. Contoh untuk mengingat
fungsi-fungsi menu pada komputer harus mempraktekkan penggunaannya.
Mempraktikkan pengetahuan tentang kepengawasan dalam bentuk tindakan nyata.
·
mengulang, mengulang hal-hal yang sudah dipelajari. Contoh membaca kembali
berbagai teori manajemen pendidikan, pedoman kepengawasan, berbagai pedoman
pendidikan yang dikeluarkan secar resmi oleh Depdiknas.
·
memberikan perhatian, memberikan tanda, menuliskan pada buku catatan harian
apa-apa yang harus dikerjakan. Contoh memberi stabilo dengan warna yang berbeda
untuk kegiatan yang berbeda. Memberikan perhatian terhadap pembicaraan kepala
sekolah maupun pendidik lain pada saat melakukan pembinaan dan pengawasan di
sekolah. Mencatat hal-hal penting yang memerlukan respon baik secara umum
maupun khusus sehingga perlu diskusi dan rancangan aktivitas yang spesifik.
·
mengobservasi, memberikan perhatian lebih detail pada setiap aspek yang
berhubungan fokus perhatian. Contoh : memperhatikan selama beberapa hari pada
beberapa sekolah kecenderungan siswa kesiangan. Melakukan studi kasus secara
longitudinal kecenderungan kebiasaan belajar peserta didik pada skeolah-sekolah
binaan. Mengobservasi secara langsung proses pembelajaran yang terjadi didalam
kelas sehingga memperoleh umpan balik kompetensi keterampilan mengajar guru
sehingga dapat dirumuskan rekomendasi pelatihan guru yang lebih efektif.
·
sikap dan gaya hidup, mengembangkan perhatian, peka dan empati terhadap
berbagai persoalan kehidupan disekitar. Contoh memberikan perhatian terhadap
data kondisi ekonomi siswa sehingga mampu berempati terhadap siswa-siswa yang
merasa kesulitan untuk membayar uang sekolah. Memahami situasi dan budaya
sekolah sehingga tidak berpenampilan berlebihan pada saat melakukan pembinaan
dan pengawasan ke sekolah apalagi jika sekolah-sekolah yang dikunjungi adalah
sekolah rintisan.
·
Pengawas juga harus peka terhadap berbagai persoalan-persolan pribadi yang
mungkin dihadapi guru. Tidak dalam arti mencampuri urusan pribadi guru tetapi
menjadi catatan pembinaan sehingga guru-guru merasa memperoleh perhatian.
·
bantuan terhadap ingatan, hal yang sangat spesifik yang menjadi ciri.
Contoh mengingat ciri khas kegiatan di satu sekolah untuk mengingat keunggulan
sekolah yang dibina. Mengingat ciri khas pendidik di sekolah di lingkungan
dimana kita melakukan pengawasan dan pembinaan. Setiap orang akan merasa senang
kalau disapa dan diingat, apalagi oleh seseorang yang dianggap dihormati.
Berusahalah untuk mengenal semua pendidik maupun tenaga kependidikan yang ada
di sekolah binaan.
·
memvisualisasikan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Membuat jadwal
kegiatan yang harus dilakukan. Contoh membuat jadwal melakukan pembinaan ke
sekolah. Menempelkan atau menuliskan catatan tugas yang harus dikerjakan.
Membuat peta pikiran berbagai persoalan yang harus diselesaikan di sekolah.
Pengawas tidak boleh
lamban berpikir karena ada banyak persoalan yang harus segera diselesaikan.
Pengawas harus memotivasi diri untuk meningkatkan kemampuan mengingat. Memberi perhatian
dan berkonsentrasi pada saat berinteraksi merupakan hal mutlak yang harus
dikuasai. Pengawas harus belajar melihat dengan fokus, mendengarkan, mencatat
apa-apa yang penting serta melakukan berbagai cara agar tidak lupa. Seorang
ahli psikologi pendidikan menyatakan pengetahuan adalah semua informasi yang
kita terima dikuragi dengan lupa. Implikasinya jika kita ingin memiliki
pengetahuan yang luas dan dikuasai kita harus meminimalkan kondisi lupa. Lupa
lebih banyak bersifat psikologis karena tidak memperhatikan, menerima informasi
tergesa-gesa, mendadak, tidak sering mempelajari, memiliki persepsi yang tidak
positif baik terhadap konten informasi maupun orang yang menyampaikan
informasi. Lupa yang bersifat permanen terjadi karena cedera otak, proses penuaan
dan penyakit yang berhubungan dengan syaraf.
3.
Teknik Mengingat
Langkah ketiga berpikir kreatif adalah menguasai berbagai teknik mengingat.
Teknik mengingat antara lain : asosiasi, subsitusi, hubungan antar peristiwa,
phonetik alfabet (jembatan keledai), menetapkan ingatan (memory pegs).
·
Teknik asosiasi, mengasosiasi sesuatu terhadap suatu benda atau peristiwa.
Contoh: zebra adalah kuda belang-belang, baju bermotif belang-belang, dan
mobil. Menyimpan buku yang harus dibawa ke sekolah yang di kunjungi di meja
tamu pada malam hari untuk mengingatkan keesokan harinya harus berangkat ke
sekolah binaan. Pengawas dapat menetapkan ciri khas dari satu sekolah dan
selanjutnya dijadikan asosiasi tentang sekolah tersebut.
·
Subsitusi, mensubsitusi kata pada hal yang ingin diingat. Contoh teknik
menghafal nama :
o
dengarkan dan pahami nama, jika menyulitkan mintalah untuk mengulang secara
perlahan
o
ulangi nama tersebut pelan-pelan dan beri penekanan khusus pada sesuatu
yang menarik dari nama tersebut. Contoh Yusi (you see)
o
perhatikan wajahnya hal apa yang menarik dan mudah diingat. Contoh
berkerudung
o
hubungkan gambaran hal menarik dengan subsitusi. Contoh yoo see berkerudung
·
Hubungan antar peristiwa. Contoh : Standar isi - kompetensi, Ujian Nasional
- 5.0, Gerak jatuh bebas - orang terpeleset, SMUNLUCI - diskotik (SMUN 3 CIMAHI
- disisi kota saeutik/di pinggir kota)
·
Phonetic Alphabet (lebih sering disebut jembatan keledei). Contoh: spectrum
warna "mejikuhibingiu" merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu.
Atau memberi bunyi pada angka hingga mudah menghafalkan nomor contoh 1 = T, D,
2 = N. 3 = M, 4 = R. 5 = L, nomor 55421 l = LLRDTT dibaca lilarudet
·
Menetapkan ingatan (memory pegs). Mengingat sesuatu yang akan dihafal
pada benda-benda di sekeliling. Contoh menghafal nama-nama guru pada sekolah
binaan dengan mengingat benda di sekeliling sekolah
Pengawas perlu menguasai
teknik-teknik mengingat karena ada banyak informasi yang harus diingat. Penting
bagi pengawas untuk mengingat isi pedoman-pedoman yang terkai dengan pendidikan
karena diperlukan dalam pembinaan dan pengawasan. Pengawas harus mengingat
pendidik tenaga kependidikan yang ada di sekolah, pengawas juga harus mengingat
berbagai kebijakan khusus pendidikan di tingkat propinsi atau kota kabupaten.
Apalagi jika pembinaan danpengawasan terkait degan bidang studi penguasaan
terhadap kontent materi sagat penting sehingga tidak terjadi kesalahan
konseptual secara sistematis dari pengawas ke guru dan kemudia dari guru ke
siswa. Betapa sangat besar permasalahan yang akan timbul kalau seorang pengawas
tidak dapat mengingat dengan benar.
4.
Membuat Peta Pikiran
Langkah keempat berpikir
kreatif adalah membuat peta berpikir. Langkah membuat peta berpikir sebagai
beikut :
·
tetapkan topik/ tema utama
·
pikirkan faktor, ide, konsep, komponen utama yang berhubungan langsung
dengan topik atau tema. Gunakan kata-kata kunci untuk setiap konsep
·
konsentrasi untuk mengembangkan ide dengan menghubungan setiap faktor, ide,
konsep atau komponen dengan menggunakan pendekatan kekepan (kekuatan,
kelemahan, peluang dan hambatan)
·
organisasikan mana yang menjadi prioritas dengan memberi warna, catatan
atau tanda-tanda lain yang dapat menarik perhatian
·
anda siap menuliskan atau memaparkan pada orang lain
Peta pikiran
membantu pengawas melihat persoalan secara komprehensif kontekstual. Artinya
setiap hal yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
permasalahan diidentifikasi, diberi perhatian khusus pada faktor-faktor yang
penting dan akan sangat mengganggu bilamana tidak diperhatikan atau
diantisipasi. Kemampuan membuat peta pikiran menunjukkan kecerdasan pengawas
dalam menyikapi persoalan dan merancang solusi yang paling memungkinkan
dilakukan.
5.
Kuadran Berpikir dan Penyelesaian Masalah
Langkah kelima berpikir
kreatif adalah memahami karakteristik kuadran berpikir dan mempergunakan untuk
menyelesaikan masalah. Kuadran berpikir terbagi dalam empat kuadran yaitu :
·
kuandran A berpikir analitik, berpikir mempergunakan data, fakta dan logika.
Belajar secara ekternal, menjadi detektif dan melakukan eksplorasi untuk
mendefinisikan permasalahan yang dihadapi. Contoh : mengumpulkan data, fakta
dan informasi yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan permasalahan
proses seleksi siswa.
·
kuadran B berpikir sekuensial, berpikir secara terstruktur, memperhatikan
detail, disiplin dan perancanaan yang matang. Mengembangkan kebiasaan belajar
dan bekerja secara teratur dan efektif sehingga mampu merancang implementasi
solusi secara matang. Contoh : memfasilitasi penyusunan rancangan aktivitas
pembelajaran selama 1 ( satu) tahun ajaran sesuai kalender akadmik dan tuntutan
standar isi.
·
Kuadran C berpikir interpersonal, berpikir dengan memperhatikan nilai,
simbol, komunikasi dan perasaan. Belajar secara interaktif dari pengalaman,
umpan balik, diskusi maupun sistem nilai sehingga dapat memberikan penilaian
solusi yang paling mungkin dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Contoh :
menginisiasi pengembangan program sukses ujian nasional dengan memperkuat rasa
percaya diri siswa, guru dan pimpinan sekolah.
·
Kuadran D berpikir imaginatif, berpikir internal mengembangkan pemahaman
dan visualisasi dengan menetapkan visi, konteks, harapan masa depan dan
inovasi. Memformulasikan ide umum dan mengevaluasi ide-ide kreatif yang
diprediksi mungkin dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Contoh : ketertarikan
siswa tingkat menengah pada bahasa asing dikembangkan dalam bentuk
memfasilitasi area berbahasa asing.
Walaupun individu akan
menunjukkan kuadran dominan dalam karakteristik berpikir tetapi kuadran lain
dapat dioptimalkan sehingga berkontribusi terhadap penyelesaian masalah secara
kreatif. Individu menjadi tidak mampu berpikir kreatif karena mengalami
hambatan mental. Hambatan mental meliputi asumsi yang salah tentang diri,
kebiasaan dan sikap. Hambatan mental tersebut dapat ditanggulangi dengan
mengimplementasikan kuadran berpikir. Secara spesifik sebagai berikut :
- hambatan mental
karena asumsi yang salah, yaitu menyakini " saya tidak kreatif".
Seorang yang berpikir intelegen adalah seorang pemikir yang baik. Cari
fakta-fakta dengan kuadran A kemudian dengan waktu yang ada yakinlah
" mengapa tidak untuk menjadi lebih kreatif", atau "orang
lain bisa mengapa saya tidak".
- hambatan mental
karena kebiasaan : (a) menyakini hanya ada satu jawaban benar padahal ada
banyak kemungkinan jawaban dari pertanyaan. (b) Masalah dilihat sebagai
sesuatu yang rumit dan membebani sehingga terisiolasi dalam masalah
padahal setiap masalah tidak lepas dari konteksnya sehingga ada banyak kemungkinan
penyelesaian sesuai konteks. (3) Ada banyak aturan yang harus ditaati
dalam menyelesaikan masalah dan harus diyakini ada banyak sumber daya yang
dapat kita manfaatkan. Jadi gunakan kuandran B, buat perencaan secara
kreatif.
Hambatan mental karena
sikap dan emosi. (a) Berpikir negatif, berprasangka, rendah diri. Pandanglah
masalah sebagai sesuatu yang menarik atau berbeda, jangan takut, memang tidak
baik tetapi juga tidak buruk. Bersikap positif atau netral. (b) takut berbuat
salah atau takut mengambil resiko gagal. Padahal kita tidak akan maju kalau
tidak mau menghadapi tantangan dan belajar untuk menyelesaikan masalah bukan
dari masalah, (c) bimbing membuat keputusan karena tidak memiliki informasi
yang cukup, jadi manfaatkan sebagai kesempatan menjadi kreatif dengan mencari
lebih banyak informasi. Jadi positif dan perhatian, tidak mungkin menjadi
sukses tanpa kesalahan. Perkuat kuadran C.
Setting ulang dan
dukung untuk berpikir kreatif dengan mengembangkan secara hati-hati kuadran D.
Gunakan seluruh kapasitas otak . (1) Mulai dengan memotivasi diri dan memberi
instruksi pada diri, kita dapat melakukan apa yang kita pikirkan. (2) Bersikap
positif dan optimistik tetapi realistik. (3) Belajar bertanggung jawab terhadap
perilaku adan tindakan yang kita lakukan. (4) seting ulang lingkungan sehingga
memfasilitasi tindakan yang kreatif. Kreativitas bukan sesuatu yang terjadi
begitu saja maka rencanakan untuk menjadi kreatif.
Seorang pengawas harus
mengidentifikasi diri dominan berada pada kuadran mana, terus melakukan latihan
sehingga potensi berkembang optimal, berlatih mengembangkan keterampilan pada
kuadran lain sehingga menjadi kemampuan yangmendukung potensi utama. Pengawas
hendaknya belajar meghilangkan hambatan-hambatan mental yang menghalangi berkembangnya
kemampuan berpikir. Mulailah dengan meyakinkan diri bahwa saya memiliki potensi
dan jangan membiasakan diri membuang energi untuk pemikiran-pemikiran
menakutkan yang belum tentu terjadi atau sibuk beriri hati pada orang yang
mampu melakukan tapi tidak melakukan apapun.
Sugesti positif pada diri
menambahkan enegri piskologis, sebaliknya sugesti negatif menghilangkan energi
psikologis. Pengawas perlu belajar mengelola diri atau mengendalikan diri.
Dimulai dengan kendalikan pikiran dan perasaan pada hal yang positif sehingga
tindakan yang dilakukan positif. Kendalikan konsekwensi yang akan diterima
dengan mengendalikan tindakan yang dilakukan. Tetapkan tujuan hidup dan
aktivitas yang jelas dengan indikator keberhasilan dan kegagalan. Buat
perencanaan kehidupan secara tegas dan konsewens terhadap perencanaan yang
dibuat. Beri diri hadiah jika berhasil mencapai tahapan sesuai rancangan dan
berikan hukuman yang membangun bila tidak berhasil mencapai.
D. LANGKAH BERPIKIR DIVERGEN
Starategi ini biasanya diterapkan untuk malatih kelompok tertentu, misalnya
dalam suatu kelas agar kemampuan berpikir divergen siswa meningkat, demikian
pula kreatifitasnya. Adapun strategi dalam melatih kemampuan divergen adalah
1.
Membantu memahami esensi makna ganda untuk memperjelas
hubungan kuantitatif, harus memahami konsep,
terutama konsep yang memiliki beberapa arti, memahami arti penting di
beberapa, dapat memperluas pemikiran mereka.
Contoh: "4 / 5 "konsep,
baik volume wadah silinder adalah 4/5, tetapi juga wadah silinder 4/5, untuk
memahami arti 4/5 ganda, bisa baik volume tinggi dan
perspektif yang berbeda untuk berpikir, contoh
analisis, daftar rumus yang berbeda.
2.
Memandu untuk mengidentifikasi titik masuk
untuk berpikir.
Banyak yang akan menganalisa masalah, yang khususnya
tidak tahu harus mulai dari mana, sehingga seseorang harus membimbing untuk
mengidentifikasi titik masuk untuk berpikir.
3.
Membuka cakrawala dan melatih dalam kebiasaan
Berpikir divergen Terkenal Guilford psikolog
Amerika percaya bahwa berpikir divergen adalah tetap berpegang pada satu pola
untuk pergi ke analisis, penelitian masalah, untuk menemukan cara terbaik untuk
memecahkan masalah. Seseorang dalam mengajar dan melatih, dari usia
karakteristik orang lain dan penerimaan kemampuan, dari konsep pengajaran
matematika, bahasa, masalah, kondisi masalah, metode, dan aspek lain dari plot
yang lengkap ekspansi dan divergensi, sejauh mungkin dari multi-sudut, multi -
aspek untuk mengeksplorasi dalam rangka untuk mengembangkan pemecahan masalah
ide, belajar analisis,penelitian masalah, untuk memilih orang yang akrab dengan
bahan-bahan khas, hati-hati membimbing orang lain melalui persepsi fisik,
observasi, dan digunakan untuk mendengarkan, mendengar dan mencoba seperti cara
yang efektif untuk masuk perasaan seseorang, dan dengan demikian akan terinspirasi
dan berpikir rasional, sehingga kegiatan berpikir lebih dalam dan lebih luas.
4.
Penciptaan pemikiran situasional, untuk
merangsang minat belajar, mengembangkan kemampuan berpikir divergen
Seperti kata pepatah: "Hak adalah guru terbaik"
dan merangsang minat orang lain dalam
belajar dan mengajar merupakan sarana penting untuk mempromosikan berpikir
divergen.
5.
Melalui eksperimen, untuk meningkatkan
kemampuan berpikir divergen
Seseorang harus memperhatikan dalam proses pengajaran
dengan transportasi dalam bentuk, model, gambar, dll, untuk membimbing orang
lain dalam operasi orang, dapat membuat bentuk geometris dengan link fisik,
pemahaman transisi dari persepsi dengan rasional, dan secara bertahap membentuk
kemampuan yang kuat untuk berpikir.
6.
Bahasa sebagai sarana berpikir
Manusia
untuk dapat melakukan kegiatan berpikir divergen dengan baik diperlukan sarana
berupa bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal untuk menyampaikan jalan
pikirannya tersebut kepada orang lain. Dengan menguasai bahasa maka seseorang
akan menguasai pengetahuan. Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada
kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuan berbahasanya. Tanpa
bahasa maka manusia tidak akan dapat berpikir secara rumit dan abstrak, seperti
apa yang kita lakukan dalam kegiatan ilmiah. Bertolak dari uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa bahasa dapat digunakan sebagai materi berpikir secara
nalar dan kreatif. Dengan demikian, pembelajaran bahasa dapat dijadikan sebagai
sarana pengembangan kemampuan berpikir secara nalar dan kreatif.
0 komentar:
Posting Komentar