Sabtu, 14 Juli 2012

Indah pada Waktunya

Diposting oleh Sabrina di 00.37 0 komentar
Aku sempat punya mimpi indah bersama kalian...
Mengukir rencana dan harapan masa depan di atas batu permata....

Aku juga sempat kecewa dan merasa tercampakkan....
Saat asa yang menggebu dalam sanubari tak lagi dapat kugapai...
Aku juga sempat tertawa...
Dengan berbagai hal kecil yang tak semua orang memperdulikannya...

Aku juga sempat terharu....
Meski fajar tak sepenuhnya mesra menemuiku di pagi gemilang....
Dan aku bersyukur....
Mengenal dan berada di tengah-tengah kalian...



JAMU CEKOK

Diposting oleh Sabrina di 00.14 3 komentar
-->
TRADISI PEMBERIAN RAMUAN JAMU CEKOK SEBAGAI UPAYA PENYEMBUHAN
KURANGNYA NAFSU MAKAN PADA ANAK
DI SUKU JAWA

1.  PENDAHULUAN
Jamu berupa ramuan tradisional sebagai salah satu upaya pengobatan telah dikenal luas dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk tujuan :
ü mengobati penyakit ringan,
ü mencegah datangnya penyakit,
ü menjaga ketahanan dan kesehatan tubuh,
ü untuk tujuan kecantikan.
Salah satu jenis jamu yang terdapat di Yogyakarta (Suku Jawa) adalah jamu cekok khusus untuk anak-anak. Ramuan yang terkandung dalam jamu cekok dipercaya bermanfaat untuk peningkatan nafsu makan dan kesehatan anak.
Bahan utama jamu cekok adalah empon-empon yang terdiri dari Curcuma xanthorriza Robx (temulawak), Zingiber americans L. (lempuyang emprit), Tinospora tuberculata Beume (brotowali), Curcuma aeruginaosa Robx (temu ireng) serta Carica papaya L. (papaya). Alasan utama orang tua mencekok anaknya karena hilangnya nafsu makan yang dikhawatirkan akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan anak. Manfaat utama pengobatan ini adalah mengembalikan nafsu makan anak disamping sebagai cara penyembuhan mencret, perut kembung, cacingan serta batuk dan pilek.
Pengaruh faktor kepercayaan atau sugesti akan khasiat jamu cekok mengakibatkan konsumen menyatakan kepuasannya setelah mencekokkan anaknya. Kepercayaan ini tidak lepas dari pengaruh tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Selain itu pengobatan tradisional dengan memanfaatkan bahan-bahan alam dianggap relatif lebih aman dan harganya terjangkau bagi masyarakat luas. Kebiasaan minum jamu cekok juga menunjukkan adanya kecenderungan masyarakat kembali ke alam (back to nature) sebagaimana tradisi yang telah dimiliki oleh nenek moyang mereka.
2.  PENGERTIAN
Ramuan tradisional sering disama artikan dengan obat tradisional. Definisi obat tradisional menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Sedangkan definisi pengobatan tradisional menurut World Health Organization (WHO) tahun 1996 adalah upaya menjaga dan memperbaiki kesehatan dengan cara-cara yang telah ada sebelum munculnya pengobatan modern. Pengobatan tradisional itu sendiri dapat berupa pemijatan, tumbuh-tumbuhan, ramuan berbahan dasar tumbuh-tumbuhan (jamu, ramuan, jampi), kompres dengan bahan dasar tumbuhan atau daun-daunan (galian, pilis) dan parem.
Istilah cekok mengandung maksud pemaksaan, sama artinya dengan dicangar. Cekok, dalam bahasa Indonesia berarti obat tradisional dengan ramuan daun-daunan yang dilumat lalu diminumkan secara paksa kepada si sakit (seperti pada anak kecil yang enggan menelan obat). Mencekok berarti meminumkan secara paksa. Sedangkan dicangar berasal dari kata dasar cangar atau nyangar yang berarti membuka mulut dengan paksa untuk diminumi jamu. Dicekok atau dicangar pada dasarnya memiliki maksud yang sama yaitu memaksa seseorang untuk membuka mulutnya sehingga dapat dimasuki sesuatu, yang dapat berupa jamu atau obat, sehingga dapat tertelan dan masuk ke dalam tubuh. Dicekok atau dicangar biasanya hanya berlaku pada anak-anak yang menolak untuk meminum jamu atau obat yang yang seharusnya mereka minum untuk tujuan kesehatan.

3.  SEJARAH
Ramuan jamu cekok di Pulau Jawa pertama kali ditemukan oleh seseorang dari Jogjakarta, yairu Eyang Kerto Wirjo Raharjo. Namun belum diketahui secara pasti bagaiman sejarah penemuannya. Beliau adalah seorang pedagang jamu terkenal di Jogjakarta yang pada tahun 1875 mendatangkan bahan baku empon-empon dari Demak, Jawa Tengah. Dari tangannyalah kemudian lahir ramuan jamu cekok. Lantaran memang manjur, konsumen pun terus membanjir hingga kini. Usaha jamu cekok pun ikut menjamur di berbagai tempat.
Gambar 1 : Warung Jamu Cekok Pertama di Jawa

4.  BAHAN DAN PERSIAPAN
Tabel berikut berisi khasiat bahan-bahan tradisional yang digunakan untuk membuat jamu cekok berdasar sumber-sumber pustaka yang relevan.
No
Bahan Jamu
Tujuan dan Khasiat dalam Pengobatan
Tidak nafsu makan
Perut kembung
Mencret
Cacingan
Batuk
Pilek
Anti radang
1
Kunyit

v
v



v
2
Kencur

v


v
v
v
3
Jahe

v


v
v
v
4
Temulawak
v
v




v
5
Temuireng
v
v

v
v


6
Lempuyang emprit
v
v

v
v
v

7
Brotowali
v






8
Daun Pepaya
v





v
9
Kapulaga

v


v


10
Adas

v


v


11
Sambiloto

v


v
v
v
12
Inggu




v


13
Jeruk Nipis




v


RURAL COMMUNITY

Diposting oleh Sabrina di 00.12 0 komentar

A.    PENGERTIAN
Pedesaan adalah gambaran orang, tempat dan hal – hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat desa yang sebagian besar bermatapencaharian bertani.
ü Menurut Sutardjo Hadikusumo, desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri.
ü Menurut Bintarto, desa adalah merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Pedesaan adalah daerah dimana intensitas pembangunan cenderung sedikit dan dimana pelayanan umum dan fasilitas tidak selalu tersedia atau tempat/lokasi yang berada diluar kota.
Berdasarkan pengertian kata tersebut maka dapat diartikan bahwa rural community atau masyarakat pedesaan merupakan sekumpulan individu yang berinteraksi satu sama lain dan tinggal disuatu wilayah diluar perkotaan dimana wilayah tersebut biasanya memiliki keterbatasan dalam intensitas pembangunan yang menyebabkan pelayanan (sarana dan prasarana) tidak selalu memadai.

B.    CIRI MASYARAKAT PEDESAAN
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mengenal ciri-ciri masarakat desasebagai berikut :
ü  Afektifitas, ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
ü  Orientasi kolektif, sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
ü  Partikularisme, pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
ü  Askripsi, yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).
ü  Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.
Menurut Paul H. Landis, desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut:
1.    Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa
2.    Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
3.    Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat
4.    Dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan

C.    HAKIKAT DAN SIFAT MASYARAKAT PEDESAAN
Seperti dikemukakan oleh para ahli atau sumber bahwa masyarakat Indonesia lebih dari 80% tinggal di pedesaan dengan mata pencarian yang bersifat agraris. Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai, harmonis yaitu masyarakat yang adem ayem, sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan lelah dari segala kesibukan, keramaian dan keruwetan atau kekusutan pikir.
Maka tidak jarang orang kota melepaskan segala kelelahan dan kekusutan pikir tersebut pergilah mereka ke luar kota, karena merupakan tempat yang adem ayem, penuh ketenangan. Tetapi sebetulnya ketenangan masyarakat pedesaan itu hanyalah terbawa oleh sifat masyarakat itu yang oleh Ferdinand Tonies diistilahkan dengan masyarakat gemeinschaft (paguyuban). Jadi Paguyuban masyarakat itulah yang menyebabkan orang-orang kota menilai sebagai masyarakat itu tenang harmonis, rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem. Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat pedesaan kita ini mengenal bermacam-macam gejala, khususnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial.

D.    GEJALA MASYARAKAT PEDESAAN
a)    Konflik ( Pertengkaran)
Ramalan orang kota bahwa masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang tenang dan harmonis itu memang tidak sesuai dengan kenyataan sebab yang benar dalam masyarakat pedesaan adalah penuh masalah dan banyak ketegangan. Karena setiap hari mereka yang selalu berdekatan dengan orang-orang tetangganya secara terus-menerus dan hal ini menyebabkan kesempatan untuk bertengkar amat banyak sehingga kemungkinan terjadi peristiwa-peristiwa peledakan dari ketegangan amat banyak dan sering terjadi.
Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar ke luar rumah tangga. Sedang sumber banyak pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan, dan sebagainya.
b)    Kontraversi (pertentangan)
Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat), psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic). Para ahli hukum adat biasanya meninjau masalah kontraversi (pertentangan) ini dari sudut kebiasaan masyarakat.
c)     Kompetisi (Persiapan)
Sesuai dengan kodratnya masyarakat pedesaan adalah manusia-manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasanya yang antara lain mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan bisa negatif. Positif bila persaingan wujudnya saling meningkatkan usaha untuk meningkatkan prestasi dan produksi atau output (hasil). Sebaliknya yang negatif bila persaingan ini hanya berhenti pada sifat iri, yang tidak mau berusaha sehingga kadang-kadang hanya melancarkan fitnah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada manfaatnya sebaliknya menambah ketegangan dalam masyarakat.
d)    Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain. Jadi jelas masyarakat pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas, tanpa adanya suatu kegiatan tetapi kenyataannya adalah sebaliknya. Jadi apabila orang berpendapat bahwa orang desa didorong untuk bekerja lebih keras, maka hal ini tidaklah mendapat sambutan yang sangat dari para ahli. Karena pada umumnya masyarakat sudah bekerja keras.


E.     KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA MASYARAKAT PEDESAAN
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan.
Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja .
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Masyarakat Pedesaan
a.       Perilaku homogeny
b.      Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
c.       Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status .
d.      Isolasi sosial, sehingga static
e.       Kesatuan dan keutuhan cultural
f.       Banyak ritual dan nilai-nilai sacral
g.      Kolektivisme
·      Masyarakat pedesaan selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”.
·      Masyarakat pedesaan juga ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebgai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.
Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain :
1.         Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
2.         Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
3.         Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
4.         Masyarakat tersebut homogen, deperti dalam hal mata pencaharian, agama, adapt istiadat, dan sebagainya
Didalam masyarakat pedesaan kita mengenal berbagai macam gejala, khususnya tentang perbedaan pendapat atau paham yang sebenarnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan –ketegangan sosial. Gejala-gejala sosial yang sering diistilahkan dengan : konflik, kontraversi, kompetisi.
Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat. Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain :
·       Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
·       Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
·       Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
·       Masyarakat tersebut homogen, deperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya
1.     MATA PENCAHARIAN
Jenis pekerjaan dipedesaan sangat bergantung pada alam, karena sebagian besar penduduknya melakukan aktifitas pertanian seperti berkebun dan menanam tanaman pangan untuk mereka sendiri dan orang lain. beberapa dari mereka selain bertani ada juga yang berternak hewan seperti ayam, kambing dan sapi. Dan ada pula beberapa yang melakukan aktifitas pertambangan.
Namun tidak semua orang bekerja pada sektor pertanian atau pertambangan di desa, ada sebagian yang berhijrah ke kota melakukan aktifitas lain seperti berdagang, menjadi seorang guru, dokter dan masih banyak lagi.
Orang – orang yang tinggal di daerah pedesaan menggunakan berbagai jenis mobil. Itu disebabkan kebanyakan dari mereka tidak tinggal di kota, jadi sangatlah penting bagi mereka untuk memiliki kendaraan seperti pickup dan mobil angkutan lainya untuk menjual hasil pertanianya ke berbagai kota, dan untuk sebagai sarana transportasi untuk mengantar anak – anaknya berangkata ke sekolah.
2.     HEWAN YANG DIPELIHARA
Ada banyak sekali hewan yang bisa di temukan di pedesaan, jika kita melihat ke pertanian dan pedesaan kita bisa melihat hewan seperti sapi, babi, ayam, domba,anjing dan kucing, ditempat lain pun kita bisa melihat hewan lain baik yang liar maupun yang jinak seperti kelinci, bajing, rusa ular, kuda, burung dan masih banyak lagi yang bisa di temukan di pedesaan. Kebanyakan dari wewan tersebut banyak dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk beternak dan digunakan sebagai alat transportasi.
Budaya di masyarakat pedesaan sebagian besar masih bersifat tradisional dan masih menjalankan budaya yang turun – temurun yang di lakukan nenek moyang mereka, dan tidak sedikit pula masyarakat desa yang masih menganut sistem animisme dan dinamisme. Budaya ini sulit hilang karena merupakan sebagian dari hukum adat yang berlaku, bila hukum ini dilanggar seseorang akan dianggap sebagai pembangkang desa. Selain unsur kepercayaan di komunitas desa juga masih kental dengan adat sosial seperti tolong – menolong,  dan sering bersilaturahmi.
3.     KARAKTERISTIK
Masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”. Berikut ini disampaikan sejumlah karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka, yang bersifat umum yang selama ini masih sering ditemui. Setidaknya, ini menjadi salah satu wacana bagi kita yang akan bersama-sama hidup di lingkungan pedesaan.
a)       Sederhana
Sebagian besar masyarakat desa hidup dalam kesederhanaan. Kesederhanaan ini terjadi karena dua hal:
a. Secara ekonomi memang tidak mampu
b. Secara budaya memang tidak senang menyombongkan diri.
b)       Mudah curiga
Secara umum, masyarakat desa akan menaruh curiga pada:
a. Hal-hal baru di luar dirinya yang belum dipahaminya
b. Seseorang/sekelompok yang bagi komunitas mereka dianggap “asing”
c)        Menjunjung tinggi “unggah-ungguh”
Sebagai “orang Timur”, orang desa sangat menjunjung tinggi kesopanan atau “unggah-ungguh” apabila:
o  Bertemu dengan tetangga
o  Berhadapan dengan pejabat
o  Berhadapan dengan orang yang lebih tua/dituakan
o  Berhadapan dengan orang yang lebih mampu secara ekonomi
o  Berhadapan dengan orang yang tinggi tingkat pendidikannya
d)       Guyub, kekeluargaan
Sudah menjadi karakteristik khas bagi masyarakat desa bahwa suasana kekeluargaan dan persaudaraan telah “mendarah-daging” dalam hati sanubari mereka.
e)        Lugas
“Berbicara apa adanya”, itulah ciri khas lain yang dimiliki masyarakat desa. Mereka tidak peduli apakah ucapannya menyakitkan atau tidak bagi orang lain karena memang mereka tidak berencana untuk menyakiti orang lain. Kejujuran, itulah yang mereka miliki.
f)         Tertutup dalam hal keuangan
Biasanya masyarakat desa akan menutup diri manakala ada orang yang bertanya tentang sisi kemampuan ekonomi keluarga. Apalagi jika orang tersebut belum begitu dikenalnya. Katakanlah, mahasiswa yang sedang melakukan tugas penelitian survei pasti akan sulit mendapatkan informasi tentang jumlah pendapatan dan pengeluaran mereka.
g)       Perasaan “minder” terhadap orang kota
Satu fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat desa, baik secara langsung ataupun tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan mindernya yang cukup besar. Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak omong.
h)       Menghargai (“ngajeni”) orang lain
Masyarakat desa benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah diterimanya sebagai “patokan” untuk membalas budi sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak selalu dalam wujud material tetapi juga dalam bentuk penghargaan sosial atau dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan “ngajeni”.
i)         Jika diberi janji, akan selalu diingat
Bagi masyarakat desa, janji yang pernah diucapkan seseorang/komunitas tertentu akan sangat diingat oleh mereka terlebih berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini didasari oleh pengalaman/trauma yang selama ini sering mereka alami, khususnya terhadap janji-janji terkait dengan program pembangunan di daerahnya.
Sebaliknya bila janji itu tidak ditepati, bagi mereka akan menjadi “luka dalam” yang begitu membekas di hati dan sulit menghapuskannya. Contoh kecil: mahasiswa menjanjikan pertemuan di Balai Desa jam 19.00. Dengan tepat waktu, mereka telah standby namun mahasiswa baru datang jam 20.00. Mereka akan sangat kecewa dan selalu mengingat pengalaman itu.
j)         Religius
Masyarakat pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan. Misalnya: tahlilan, rajaban, Jumat Kliwonan, dll.
k)       Demokratis
Sejalan dengan adanya perubahan struktur organisasi di desa, pengambilan keputusan terhadap suatu kegiatan pembangunan selalu dilakukan melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat. Dalam hal ini peran BPD (Badan Perwakilan Desa) sangat penting dalam mengakomodasi pendapat/input dari warga.
l)         Suka gotong-royong
Salah satu ciri khas masyarakat desa yang dimiliki dihampir seluruh kawasan Indonesia adalah gotong-royong atau kalau dalam masyarakat Jawa lebih dikenal dengan istilah “sambatan”. Uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan, serta merta mereka akan “nyengkuyung” atau bahu-membahu meringankan beban tetangganya yang sedang punya “gawe” atau hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian materiil yang dikeluarkan untuk membantu orang lain. Prinsip mereka: “rugi sathak, bathi sanak”. Yang kurang lebih artinya: lebih baik kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan bertambah saudara.

F.     KONDISI POLA MAKAN MASYARAKAT PEDESAAN
Berbeda dengan masyarakat kota, masyarakat desa cenderung apa adanya. Mereka berpandangan bahwa makan adalah suatu hal yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup dari sisi biologis. Masyarakat desa kebanyakan mendapatkan bahan makanan untuk di konsumsi dari hasil cocok tanam mereka sendiri, baik yang ditanam pada pekarangan rumah masing-masing maupun dari ladang persawahan. Hal ini didorong oleh karena mayoritas mata pencaharian mereka adalah bertani dan bercocok tanam. Selain itu, tingkat pendidikan, pengetahuan yang mereka miliki sangat terbatas sehingga keahlian dasar yang mereka miliki hanyalah mengolah lahan pertanian.
Masyarakat pedesaan tidak memiliki kebiasaan makan pada waktu yang rutin, misalnya sarapan, makan siang, dan makan malam di waktu yang teratur dan bersama sama dengan keluarga. Untuk tempat makannya sendiri, mereka tidak memiliki ruang khusus seperti ruang makan sehingga tempat makan mereka menjadi fleksibel atau bisa dimana saja, seperti teras rumah, ruang keluarga, ataupun di pawon (dapur). Dari segi menu makanan, untuk makanan sehari-hari masyarakat desa makan dengan menu yang sederhana seperti sayur, tempe, tahu, ikan asin, selain itu terkadang mereka juga makan dengan sambal terasi. untuk makanan yang mengandung karbohidratnya mereka tidak bisa setiap hari menikmati makan dengan beras, terkadang mereka mencampur beras dengan jagung untuk ditanak, atau tidak jarang mereka makan dengan ketela yang diolah menjadi gaplek.
Dalam menghidangkan makanan terhadap para tamu sekalipun, masyarakat desa tidak akan memaksakan diri untuk memiliki tujuan meningkatkan prestise atau kedudukan sosial mereka. Namun karakteristik masyarakat desa yang tulus dan cenderung selalu ingin berbagi membuat mereka selalu memberikan apapun yang mereka miliki secara total untuk dihidangkan kepada para tamu, tanpa memaksakan diri untuk melampaui kemampuan ekonomi mereka tentunya

G.    CARA MASYARAKAT MEMPEROLEH LAYANAN KESEHATAN
Agar masyarakat desa diberikan kemudahan dalam perawatan ke puskesmas atau rumah sakit dengan menggunakan askes. Sekarang yang lebih dikenal Jamkesmas( Jaminan Kesehatan Masyarakat). Masyarakat desa dalam mencari pelayanan kesehatan ketika mereka sakit, biasanya masyarakat desa menggunakan jasa bidan atau dokter terdekat. Mereka jarang membawa keluarga atau tetangga yang sakit ke puskesmas atau rumah sakit. Jika penyakit sudah mulai atau mendekati kronis, mereka baru membawa ke puskesmas terdekat atau rumah sakit.
Selain percaya dengan bidan atau dokter, masyarakat desa lebih mengutamakan pengobatan herbal atau alami. Mereka menganggap obat herbal lebih mujarab daripada obat kimia. Menurut statistik 70 % rakyat Indonesia berada di pedesaan dan hidup dalam sektor pertanian. Dan jika melihat kenyataan yang ada bahwa kesejahteraan sebagai hasil pembangunan hanya dinikmati oleh sebagian kecil rakyat Indonesia, maka secara logis dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar dari rakyat Indonesia masih menderita kemiskinan. Terutama pembangunan dalam bidang kesehatan, maka hal yang wajar apabila tidak setiap masyarakat indonesia bisa merasakan fasilitas kesehatan yang ditawarkan pemerintah. Karena sebagian besar dari rakyat Indonesia berada di pedesaan, maka mereka inilah yang termasuk kedalam lingkaran kemiskinan Indonesia.Untuk mengetahui berapa banyak penduduk yang tergolong miskin umumnya dilakukan dengan penetapan suatu garis kemiskinan. Berkaitan dengan masalah kemiskinan terhadap kesehatan, dalam hal ini masalah kesulitan akan pelayanan kesehatan akan lebih dirasakan saat warga membutuhkan perawatan ke rumah sakit. Salah satu program yang berkaitan dengan perawatan ke rumah sakit yaitu askes, atau sekarang ini mulai berubah nama menjadi Jaminan KesehatanMasyarakat (Jamkesmas). Askes bisa didapatkan oleh warga yang memang benar-benar membutuhkan, hanya saja bagi para warga masalah pengurusan pembuatan askes dirasakan sulit. Sebenarnya,faktor kepemilikan surat-surat seperti kartu keluarga, KTP, dan sebagainya kurang diperhatikan warga. Hal inilah yang menyebabkan mereka tidak terdata dan merupakan hambatan dalam kepengurusan askes. Padahal sebenarnya pengurusan askes dapat diurus melalui ketua RT asalkan surat-surat yang dibutuhkan dapat terpenuhi. Hal di atas, di respon baik oleh masyrakat, tetapi bukannya sebagian besar kesadaran warga dalam hal kesehatan masih kurang, hal ini dikarenakan keterbatasan faktor ekonomi yang dimiliki oleh masyarakat sehingga warga memilih melahirkan di dukun beranak daripada di bidan.Sedangkan untuk pengobatan penyakit-penyakit lainnya seperti sakit panas, penyakit kulit, hingga paru-paru, mereka lebih memilih untuk berobat ke puskesmas. Sayangnya walaupun sudah ada program pemerintah dan minat untuk warga ke puskesmas, faktor jarak dan kondisi jalan terkadang warga memilih untuk membiarkan penyakit yang mereka derita.Hal ini dibuktikan dengan data target pengunjung Puskesmas Cijujung kec Tenjolaya,Bogor, dimana Puskesmas tidak dapat memenuhi target pengunjungnya yang seharusnya 78orang per hari, namun kenyataanya hanya sekitar 10 orang saja yang datang per harinya.
 

Fatamorgana ^_^ Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea