TRADISI PEMBERIAN RAMUAN JAMU CEKOK SEBAGAI UPAYA PENYEMBUHAN
KURANGNYA NAFSU MAKAN PADA ANAK
DI SUKU JAWA
1.PENDAHULUAN
Jamu berupa ramuan
tradisional sebagai salah satu upaya pengobatan telah dikenal luas dan
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk tujuan :
ümengobati penyakit ringan,
ümencegah datangnya
penyakit,
ümenjaga ketahanan dan
kesehatan tubuh,
üuntuk tujuan kecantikan.
Salah satu jenis jamu yang
terdapat di Yogyakarta (Suku Jawa) adalah jamu cekok khusus untuk anak-anak.
Ramuan yang terkandung dalam jamu cekok dipercaya bermanfaat untuk peningkatan nafsu makan dan kesehatan anak.
Bahan utama jamu cekok
adalah empon-empon yang terdiri dari Curcuma
xanthorriza Robx (temulawak), Zingiber americansL. (lempuyang emprit),
Tinospora tuberculata Beume (brotowali), Curcuma aeruginaosa Robx (temu ireng)
sertaCarica papaya L. (papaya). Alasan utama orang tua
mencekok anaknya karena hilangnya nafsu makan yang dikhawatirkan akan
menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan anak. Manfaat utama
pengobatan ini adalah mengembalikan nafsu makan anak disamping sebagai cara
penyembuhan mencret, perut kembung, cacingan serta batuk dan pilek.
Pengaruh faktor
kepercayaan atau sugesti akan khasiat jamu cekok mengakibatkan konsumen menyatakan kepuasannya setelah mencekokkan anaknya.
Kepercayaan ini tidak lepas dari pengaruh tradisi yang diturunkan dari generasi
ke generasi. Selain itu pengobatan tradisional dengan memanfaatkan bahan-bahan
alam dianggap relatif lebih aman dan harganya terjangkau bagi masyarakat luas.
Kebiasaan minum jamu cekok juga menunjukkan adanya kecenderungan masyarakat kembali ke alam (back to nature) sebagaimana tradisi yang
telah dimiliki oleh nenek moyang mereka.
2.PENGERTIAN
Ramuan tradisional sering
disama artikan dengan obat tradisional. Definisi obat tradisional menurut
Undang-undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 adalah bahan atau ramuan bahan berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik)
atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Sedangkan definisi
pengobatan tradisional menurut World Health
Organization (WHO) tahun 1996 adalah
upaya menjaga dan memperbaiki kesehatan dengan cara-cara yang telah ada sebelum
munculnya pengobatan modern. Pengobatan tradisional itu sendiri dapat berupa
pemijatan, tumbuh-tumbuhan, ramuan berbahan dasar tumbuh-tumbuhan (jamu,
ramuan, jampi), kompres dengan bahan dasar tumbuhan atau daun-daunan (galian,
pilis) dan parem.
Istilah cekok mengandung
maksud pemaksaan, sama artinya dengan dicangar. Cekok, dalam bahasa Indonesia berarti obat tradisional dengan ramuan
daun-daunan yang dilumat lalu diminumkan secara paksa kepada si sakit (seperti
pada anak kecil yang enggan menelan obat). Mencekok berarti meminumkan secara
paksa. Sedangkan dicangar berasal dari kata dasar cangar atau nyangar yang berarti membuka mulut dengan paksa untuk diminumi jamu. Dicekok atau dicangar pada dasarnya memiliki
maksud yang sama yaitu memaksa seseorang untuk membuka mulutnya sehingga dapat
dimasuki sesuatu, yang dapat berupa jamu atau obat, sehingga dapat tertelan dan
masuk ke dalam tubuh. Dicekok atau dicangar biasanya hanya berlaku pada anak-anak yang menolak untuk meminum jamu atau
obat yang yang seharusnya mereka minum untuk tujuan kesehatan.
3.SEJARAH
Ramuan jamu cekok di Pulau Jawa pertama kali ditemukan
oleh seseorang dari Jogjakarta, yairu Eyang Kerto Wirjo Raharjo. Namun belum
diketahui secara pasti bagaiman sejarah penemuannya. Beliau adalah seorang
pedagang jamu terkenal di Jogjakarta yang pada tahun 1875 mendatangkan bahan
baku empon-empon dari Demak, Jawa Tengah. Dari tangannyalah kemudian lahir
ramuan jamu cekok. Lantaran memang manjur, konsumen pun terus membanjir hingga
kini. Usaha jamu cekok pun ikut menjamur di berbagai tempat.
Gambar 1 : Warung Jamu Cekok Pertama di Jawa
4.BAHAN DAN PERSIAPAN
Tabel berikut berisi
khasiat bahan-bahan tradisional yang digunakan untuk membuat jamu cekok berdasar sumber-sumber
pustaka yang relevan.
Pedesaan adalah gambaran
orang, tempat dan hal – hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat desa
yang sebagian besar bermatapencaharian bertani.
üMenurut Sutardjo
Hadikusumo, desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu
masyarakat pemerintahan tersendiri.
üMenurut Bintarto, desa
adalah merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik
dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan
pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Pedesaan adalah daerah dimana intensitas
pembangunan cenderung sedikit dan dimana pelayanan umum dan fasilitas tidak
selalu tersedia atau tempat/lokasi yang berada diluar kota.
Berdasarkan pengertian kata tersebut maka
dapat diartikan bahwa rural community atau masyarakat pedesaan merupakan
sekumpulan individu yang berinteraksi satu sama lain dan tinggal disuatu
wilayah diluar perkotaan dimana wilayah tersebut biasanya memiliki keterbatasan
dalam intensitas pembangunan yang menyebabkan pelayanan (sarana dan prasarana)
tidak selalu memadai.
B.CIRI MASYARAKAT PEDESAAN
Dalam buku Sosiologi
karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan
masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mengenal ciri-ciri masarakat desasebagai berikut :
üAfektifitas, ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta ,
kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong
menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang
diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
üOrientasi kolektif, sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu
mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka
akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan
keseragaman persamaan.
üPartikularisme, pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya
dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan
subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok
tertentu saja.(lawannya Universalisme)
üAskripsi, yaitu berhubungan dengan
mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak
disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau
keturunan.(lawanya prestasi).
üKekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara
pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk
menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat
terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari
luar.
Menurut Paul H. Landis,
desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai
berikut:
1.Mempunyai pergaulan hidup
yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa
2.Ada pertalian perasaan
yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
3.Cara berusaha
(ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat
4.Dipengaruhi alam seperti :
iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris
adalah bersifat sambilan
C.HAKIKAT DAN SIFAT MASYARAKAT PEDESAAN
Seperti dikemukakan oleh para ahli atau sumber
bahwa masyarakat Indonesia lebih dari 80% tinggal di pedesaan dengan mata
pencarian yang bersifat agraris. Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya
dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kota sebagai
masyarakat tentang damai, harmonis yaitu masyarakat yang adem ayem, sehingga
oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan lelah dari segala
kesibukan, keramaian dan keruwetan atau kekusutan pikir.
Maka tidak jarang orang kota melepaskan segala kelelahan
dan kekusutan pikir tersebut pergilah mereka ke luar kota, karena merupakan
tempat yang adem ayem, penuh ketenangan. Tetapi sebetulnya ketenangan
masyarakat pedesaan itu hanyalah terbawa oleh sifat masyarakat itu yang oleh
Ferdinand Tonies diistilahkan dengan masyarakat gemeinschaft (paguyuban). Jadi
Paguyuban masyarakat itulah yang menyebabkan orang-orang kota menilai sebagai
masyarakat itu tenang harmonis, rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang
adem ayem. Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat pedesaan kita ini mengenal
bermacam-macam gejala, khususnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam
masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial.
D.GEJALA MASYARAKAT PEDESAAN
a)Konflik ( Pertengkaran)
Ramalan orang kota bahwa masyarakat pedesaan adalah
masyarakat yang tenang dan harmonis itu memang tidak sesuai dengan kenyataan
sebab yang benar dalam masyarakat pedesaan adalah penuh masalah dan banyak
ketegangan. Karena setiap hari mereka yang selalu berdekatan dengan orang-orang
tetangganya secara terus-menerus dan hal ini menyebabkan kesempatan untuk
bertengkar amat banyak sehingga kemungkinan terjadi peristiwa-peristiwa
peledakan dari ketegangan amat banyak dan sering terjadi.
Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi biasanya berkisar pada masalah
sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar ke luar rumah tangga. Sedang
sumber banyak pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan
gengsi, perkawinan, dan sebagainya.
b)Kontraversi (pertentangan)
Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan
konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat), psikologi atau dalam hubungannya
dengan guna-guna (black magic). Para ahli hukum adat biasanya meninjau masalah
kontraversi (pertentangan) ini dari sudut kebiasaan masyarakat.
c)Kompetisi (Persiapan)
Sesuai dengan kodratnya masyarakat pedesaan adalah
manusia-manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasanya yang antara
lain mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena itu
maka wujud persaingan itu bisa positif dan bisa negatif. Positif bila
persaingan wujudnya saling meningkatkan usaha untuk meningkatkan prestasi dan
produksi atau output (hasil). Sebaliknya yang negatif bila persaingan ini hanya
berhenti pada sifat iri, yang tidak mau berusaha sehingga kadang-kadang hanya
melancarkan fitnah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada manfaatnya sebaliknya
menambah ketegangan dalam masyarakat.
d)Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi
terhadap mereka yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain. Jadi jelas
masyarakat pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas,
tanpa adanya suatu kegiatan tetapi kenyataannya adalah sebaliknya. Jadi apabila
orang berpendapat bahwa orang desa didorong untuk bekerja lebih keras, maka hal
ini tidaklah mendapat sambutan yang sangat dari para ahli. Karena pada umumnya
masyarakat sudah bekerja keras.
E.KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA MASYARAKAT PEDESAAN
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang
lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat
pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem
kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan
ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan
kekerabatan.
Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih
memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari
pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata,
tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian.
Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan
saja .
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya
memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka
apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa
di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu
seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Masyarakat Pedesaan
a.Perilaku homogeny
b.Perilaku yang
dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
c.Perilaku yang
berorientasi pada tradisi dan status .
d.Isolasi sosial,
sehingga static
e.Kesatuan dan keutuhan
cultural
f.Banyak ritual dan
nilai-nilai sacral
g.Kolektivisme
·Masyarakat pedesaan selalu
memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam
perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian
karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa.
Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era
informasi dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak
berlaku”.
·Masyarakat pedesaan juga ditandai
dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu
perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat kuat yang hakekatnya, bahwa
seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat
dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk
berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat,
karena beranggapan sama-sama sebgai masyarakat yang saling mencintai saling
menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan
kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.
Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara
lain :
1.Didalam masyarakat pedesaan di
antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila
dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
2.Sistem kehidupan umumnya
berkelompok dengan dasar kekeluargaan
3.Sebagian besar warga masyarakat
pedesaan hidup dari pertanian
4.Masyarakat tersebut homogen,
deperti dalam hal mata pencaharian, agama, adapt istiadat, dan sebagainya
Didalam masyarakat pedesaan kita mengenal berbagai macam gejala, khususnya
tentang perbedaan pendapat atau paham yang sebenarnya hal ini merupakan
sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan –ketegangan
sosial. Gejala-gejala sosial yang sering diistilahkan dengan : konflik,
kontraversi, kompetisi.
Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang
kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang
amat kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai
perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau
anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai masyarakat
yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang
sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat. Adapun
yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain :
·Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang
lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di
luar batas wilayahnya.
·Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
·Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
·Masyarakat tersebut homogen, deperti dalam hal mata pencaharian, agama,
adat istiadat, dan sebagainya
1.MATA PENCAHARIAN
Jenis pekerjaan
dipedesaan sangat bergantung pada alam, karena sebagian besar penduduknya
melakukan aktifitas pertanian seperti berkebun dan menanam tanaman pangan untuk
mereka sendiri dan orang lain. beberapa dari mereka selain bertani ada juga
yang berternak hewan seperti ayam, kambing dan sapi. Dan ada pula beberapa yang
melakukan aktifitas pertambangan.
Namun tidak
semua orang bekerja pada sektor pertanian atau pertambangan di desa, ada
sebagian yang berhijrah ke kota melakukan aktifitas lain seperti berdagang,
menjadi seorang guru, dokter dan masih banyak lagi.
Orang – orang
yang tinggal di daerah pedesaan menggunakan berbagai jenis mobil. Itu
disebabkan kebanyakan dari mereka tidak tinggal di kota, jadi sangatlah penting
bagi mereka untuk memiliki kendaraan seperti pickup dan mobil angkutan lainya
untuk menjual hasil pertanianya ke berbagai kota, dan untuk sebagai sarana
transportasi untuk mengantar anak – anaknya berangkata ke sekolah.
2.HEWAN YANG DIPELIHARA
Ada banyak
sekali hewan yang bisa di temukan di pedesaan, jika kita melihat ke pertanian
dan pedesaan kita bisa melihat hewan seperti sapi, babi, ayam, domba,anjing dan
kucing, ditempat lain pun kita bisa melihat hewan lain baik yang liar maupun
yang jinak seperti kelinci, bajing, rusa ular, kuda, burung dan masih banyak
lagi yang bisa di temukan di pedesaan. Kebanyakan dari wewan tersebut banyak dimanfaatkan
oleh warga sekitar untuk beternak dan digunakan sebagai alat transportasi.
Budaya di
masyarakat pedesaan sebagian besar masih bersifat tradisional dan masih
menjalankan budaya yang turun – temurun yang di lakukan nenek moyang mereka,
dan tidak sedikit pula masyarakat desa yang masih menganut sistem animisme dan
dinamisme. Budaya ini sulit hilang karena merupakan sebagian dari hukum adat
yang berlaku, bila hukum ini dilanggar seseorang akan dianggap sebagai
pembangkang desa. Selain unsur kepercayaan di komunitas desa juga masih kental
dengan adat sosial seperti tolong – menolong, dan sering bersilaturahmi.
3.KARAKTERISTIK
Masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat,
yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi
tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan
masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial
religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian
karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”. Berikut ini disampaikan sejumlah
karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka,
yang bersifat umum yang selama ini masih sering ditemui. Setidaknya, ini
menjadi salah satu wacana bagi kita yang akan bersama-sama hidup di lingkungan
pedesaan.
a)Sederhana
Sebagian besar masyarakat desa hidup dalam kesederhanaan. Kesederhanaan ini
terjadi karena dua hal:
a.Secara ekonomi memang
tidak mampu
b.Secara budaya memang tidak senang menyombongkan diri.
b)Mudah curiga
Secara umum, masyarakat desa akan menaruh curiga pada:
a.Hal-hal baru di luar
dirinya yang belum dipahaminya
b.Seseorang/sekelompok yang
bagi komunitas mereka dianggap “asing”
c)Menjunjung tinggi “unggah-ungguh”
Sebagai “orang Timur”,
orang desa sangat menjunjung tinggi kesopanan atau “unggah-ungguh”
apabila:
oBertemu dengan tetangga
oBerhadapan dengan pejabat
oBerhadapan dengan orang
yang lebih tua/dituakan
oBerhadapan dengan orang
yang lebih mampu secara ekonomi
oBerhadapan dengan orang
yang tinggi tingkat pendidikannya
d)Guyub, kekeluargaan
Sudah menjadi
karakteristik khas bagi masyarakat desa bahwa suasana kekeluargaan dan
persaudaraan telah “mendarah-daging” dalam hati sanubari mereka.
e)Lugas
“Berbicara apa adanya”,
itulah ciri khas lain yang dimiliki masyarakat desa. Mereka tidak peduli apakah
ucapannya menyakitkan atau tidak bagi orang lain karena memang mereka tidak
berencana untuk menyakiti orang lain. Kejujuran, itulah yang mereka miliki.
f)Tertutup dalam hal keuangan
Biasanya masyarakat desa akan menutup diri manakala ada orang yang bertanya
tentang sisi kemampuan ekonomi keluarga. Apalagi jika orang tersebut belum
begitu dikenalnya. Katakanlah, mahasiswa yang sedang melakukan tugas penelitian
survei pasti akan sulit mendapatkan informasi tentang jumlah pendapatan dan
pengeluaran mereka.
g)Perasaan “minder”
terhadap orang kota
Satu fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat desa, baik secara langsung
ataupun tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan
mindernya yang cukup besar. Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak
omong.
h)Menghargai (“ngajeni”)
orang lain
Masyarakat desa benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah
diterimanya sebagai “patokan” untuk membalas budi
sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak selalu dalam wujud material tetapi juga
dalam bentuk penghargaan sosial atau dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan “ngajeni”.
i)Jika diberi janji, akan selalu diingat
Bagi masyarakat desa,
janji yang pernah diucapkan seseorang/komunitas tertentu akan sangat diingat
oleh mereka terlebih berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini didasari oleh
pengalaman/trauma yang selama ini sering mereka alami, khususnya terhadap janji-janji
terkait dengan program pembangunan di daerahnya.
Sebaliknya bila janji itu
tidak ditepati, bagi mereka akan menjadi “luka dalam” yang begitu membekas di
hati dan sulit menghapuskannya. Contohkecil: mahasiswa
menjanjikan pertemuan di Balai Desa jam 19.00. Dengan tepat waktu, mereka telah
standby namun mahasiswa baru datang jam 20.00. Mereka akan sangat kecewa
dan selalu mengingat pengalaman itu.
j)Religius
Masyarakat pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam
keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka
juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan.
Misalnya: tahlilan, rajaban, Jumat Kliwonan, dll.
k)Demokratis
Sejalan dengan adanya perubahan struktur organisasi di desa, pengambilan
keputusan terhadap suatu kegiatan pembangunan selalu dilakukan melalui
mekanisme musyawarah untuk mufakat. Dalam hal ini peran BPD (Badan Perwakilan
Desa) sangat penting dalam mengakomodasi pendapat/input dari warga.
l)Suka gotong-royong
Salah satu ciri khas masyarakat
desa yang dimiliki dihampir seluruh kawasan Indonesia adalah gotong-royong atau
kalau dalam masyarakat Jawa lebih dikenal dengan istilah “sambatan”.
Uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan, serta merta mereka akan “nyengkuyung”
atau bahu-membahu meringankan beban tetangganya yang sedang punya “gawe”
atau hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian materiil yang dikeluarkan
untuk membantu orang lain. Prinsip mereka: “rugi sathak, bathi sanak”.
Yang kurang lebih artinya: lebih baik kehilangan materi tetapi mendapat
keuntungan bertambah saudara.
F.KONDISI POLA MAKAN MASYARAKAT PEDESAAN
Berbeda dengan masyarakat kota, masyarakat desa cenderung apa adanya.
Mereka berpandangan bahwa makan adalah suatu hal yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan hidup dari sisi biologis. Masyarakat desa kebanyakan mendapatkan
bahan makanan untuk di konsumsi dari hasil cocok tanam mereka sendiri, baik
yang ditanam pada pekarangan rumah masing-masing maupun dari ladang persawahan.
Hal ini didorong oleh karena mayoritas mata pencaharian mereka adalah bertani
dan bercocok tanam. Selain itu, tingkat pendidikan, pengetahuan yang mereka
miliki sangat terbatas sehingga keahlian dasar yang mereka miliki hanyalah
mengolah lahan pertanian.
Masyarakat pedesaan tidak memiliki kebiasaan makan pada waktu yang rutin,
misalnya sarapan, makan siang, dan makan malam di waktu yang teratur dan
bersama sama dengan keluarga. Untuk tempat makannya sendiri, mereka tidak
memiliki ruang khusus seperti ruang makan sehingga tempat makan mereka menjadi
fleksibel atau bisa dimana saja, seperti teras rumah, ruang keluarga, ataupun
di pawon (dapur). Dari segi menu makanan, untuk makanan sehari-hari masyarakat
desa makan dengan menu yang sederhana seperti sayur, tempe, tahu, ikan asin,
selain itu terkadang mereka juga makan dengan sambal terasi. untuk makanan yang
mengandung karbohidratnya mereka tidak bisa setiap hari menikmati makan dengan
beras, terkadang mereka mencampur beras dengan jagung untuk ditanak, atau tidak
jarang mereka makan dengan ketela yang diolah menjadi gaplek.
Dalam menghidangkan makanan terhadap para tamu sekalipun, masyarakat desa
tidak akan memaksakan diri untuk memiliki tujuan meningkatkan prestise atau
kedudukan sosial mereka. Namun karakteristik masyarakat desa yang tulus dan
cenderung selalu ingin berbagi membuat mereka selalu memberikan apapun yang
mereka miliki secara total untuk dihidangkan kepada para tamu, tanpa memaksakan
diri untuk melampaui kemampuan ekonomi mereka tentunya
G.CARA MASYARAKAT MEMPEROLEH LAYANAN KESEHATAN
Agar
masyarakat desa diberikan kemudahan dalam perawatan ke puskesmas atau rumah
sakit dengan menggunakan askes. Sekarang yang lebih dikenal Jamkesmas( Jaminan
Kesehatan Masyarakat). Masyarakat desa dalam mencari pelayanan kesehatan ketika
mereka sakit, biasanya masyarakat desa menggunakan jasa bidan atau dokter
terdekat. Mereka jarang membawa keluarga atau tetangga yang sakit ke puskesmas
atau rumah sakit. Jika penyakit sudah mulai atau mendekati kronis, mereka baru
membawa ke puskesmas terdekat atau rumah sakit.
Selain percaya dengan bidan
atau dokter, masyarakat desa lebih mengutamakan pengobatan herbal atau alami.
Mereka menganggap obat herbal lebih mujarab daripada obat kimia. Menurut
statistik 70 % rakyat Indonesia berada di pedesaan dan hidup dalam sektor pertanian.
Dan jika melihat kenyataan yang ada bahwa kesejahteraan sebagai hasil pembangunan
hanya dinikmati oleh sebagian kecil rakyat Indonesia, maka secara logis dapat
ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar dari rakyat Indonesia masih menderita
kemiskinan. Terutama pembangunan dalam bidang kesehatan, maka hal yang wajar
apabila tidak setiap masyarakat indonesia bisa merasakan fasilitas kesehatan
yang ditawarkan pemerintah. Karena sebagian besar dari rakyat Indonesia berada
di pedesaan, maka mereka inilah yang termasuk kedalam lingkaran kemiskinan
Indonesia.Untuk mengetahui berapa banyak penduduk yang tergolong miskin umumnya
dilakukan dengan penetapan suatu garis kemiskinan. Berkaitan dengan masalah
kemiskinan terhadap kesehatan, dalam hal ini masalah kesulitan akan pelayanan
kesehatan akan lebih dirasakan saat warga membutuhkan perawatan ke rumah sakit.
Salah satu program yang berkaitan dengan perawatan ke rumahsakit yaitu
askes, atau sekarang ini mulai berubah nama menjadi Jaminan KesehatanMasyarakat
(Jamkesmas). Askes bisa didapatkan oleh warga yang memang benar-benar
membutuhkan, hanya saja bagi para warga masalah pengurusan pembuatan askes
dirasakan sulit. Sebenarnya,faktor kepemilikan surat-surat seperti kartu
keluarga, KTP, dan sebagainya kurang diperhatikan warga. Hal inilah yang
menyebabkan mereka tidak terdata dan merupakan hambatan dalam kepengurusan
askes. Padahal sebenarnya pengurusan askes dapat diurus melalui ketua RT
asalkan surat-surat yang dibutuhkan dapat terpenuhi. Hal di atas, di respon
baik oleh masyrakat, tetapi bukannya sebagian besar kesadaran warga dalam hal
kesehatan masih kurang, hal ini dikarenakan keterbatasan faktor ekonomi yang
dimiliki oleh masyarakat sehingga warga memilih melahirkan di dukun
beranak daripada di bidan.Sedangkan untuk pengobatan penyakit-penyakit
lainnya seperti sakit panas, penyakit kulit, hingga paru-paru, mereka lebih
memilih untuk berobat ke puskesmas. Sayangnya walaupun sudah ada program
pemerintah dan minat untuk warga ke puskesmas, faktor jarak dan kondisi
jalan terkadang warga memilih untuk membiarkan penyakit yang mereka derita.Hal
ini dibuktikan dengan data target pengunjung Puskesmas Cijujung kec
Tenjolaya,Bogor, dimana Puskesmas tidak dapat memenuhi target pengunjungnya
yang seharusnya 78orang per hari, namun kenyataanya hanya sekitar 10 orang saja
yang datang per harinya.